Saturday 9 March 2013

HUBUNGAN TEKNIK RELAKSASI DENGAN PERUBAHAN INTENSITAS NYERI PADAPASIEN POST OP APENDISITIS


A.    Tinjauan Umum Relaksasi
1.      Pengertian
a.       Tekhnik relaksasi adalah suatu tekhnik merilekskan ketegangan otot yangdapat menunjang nyeri (Brunner dan Suddarth, 2002 : 233) 
b.      Tekhnik relaksasi merupakan metode yang dapat dilakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis, merupakan latihan pernafasan yang menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantungdan ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri, ansietas danketegangan otot Mc. Caffery (1989) dalam (http: //Puskesmas-oke.Blogspot.com/2008).
2.      Tujuan
Tekhnik relaksasi merupakan tindakan pereda nyeri non invasif,teknik relaksasi yang teratur dapat bermanfaat untuk mengurangi keletihandan ketegangan otot yang dapat meningkatkan kualitas nyeri (Brunner danSuddarth, 2002 : 234)
3.      Indikasi
a.       Tekhnik relaksasi dapat dilakukan pada pasien yang mengalami stress psikologis (Brunner dan Suddarth, 2002 : 136).
b.      Teknik relaksasi efektif dilakukan pada pasien-pasien yang mengalaminyeri kronis ataupun pasca operasi (Brunner dan Suddarth, 2002 : 233).

4.      Tehnik
            Tehnik relaksasi sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Ambil posisi senyaman mungkin pasien dapatmemejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan lahan dan nyaman,irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati danlambat bersama setiap inhalasi (“Hirup perlahan-lahan, dua, tiga) danekshalasi (Hembuskan perlahan-lahan, dua, tiga). Pada saat perawatmengajarkan tekhnik ini, akan sangat membantu bila menghitung bersamadengan pasien pada awalnya (Brunner dan Suddarth, 2002 : 234).
B.     Tinjauan Umum Nyeri
1.      Definisi nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama


seseorang untuk mencari bantuan perawatankesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaandengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangatmengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakitmanapun (Brunner dan Suddarth, 2002 : 212).
2.      Klasifikasi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 213), nyeri dapat diklasifikasikansebagai berikut:
a.       Nyeri akut Nyeri akut biasanya awitannya tiba – tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jikakerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri iniumumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeriyang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b.      Nyeri kronik  Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetapsepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyaiawitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yangdiarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yangsangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyerikronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
3.      Mekanisme Neurofisiologik nyeri
Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem noniseptik. Sensivitas dari komponensistem noni septik dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbedadiantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain. Lebih jauh lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu lain. Sebagai contoh, nyeri akibat artritis kronis dan nyeri pascaoperatif sering terasa lebih parah pada malam hari (Brunner dan Suddarth, 2002 :215).Salah satu neuro modulator nyeri adalah endorfin (morfin endogen),merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh yang terdapat pada otak, spinal dan traktus gastrointestinal yang memberi efek analgesik, pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsisantara nyeri perifer dan neuron yang menuju ke otak tempat seharusnya untuk substansi nyeri, pada saat tersebut endorfin akan memblokir lepasnyasubstansi nyeri tersebut (Tamsuri Anas, 2007 : 11-13)
4.      Faktor – faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan sensivitasNyeri.
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 219) faktor-faktor yangmempengaruhi respon nyeri adalah :
a.       Pengalaman masa lalu dengan nyeri.
Adalah menarik untuk berharap dimana individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebihsedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding dengan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar. Sering kali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individutersebut terhadap peristiwa yang menyakitkan yang akan diakibatkan.Individu ini akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia inginnyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah.Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu menerima peredaan nyeriyang tidak adekuat di masa lalu. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat. Sekali individu mengalami nyeri berat, individu tersebut hanya mengetahui seberapa berat nyeri itu dapatterjadi. Sebaliknya, individu yang tidak pernah mengalami nyeri hebattidak mempunyai rasa takut terhadap nyeri itu. Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapaorang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten. Individu yangmengalami nyeri selama berbulan – bulan atau bertahun – tahun dapatmenjadi mudah marah, menarik diri, dan depresi.Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalamansebelumnya dapat menunjukkan pentingnya perawat untuk waspadaterhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinyateratasi dengan cepat dan dengan adekuat, individu mungkin lebih sedikitketakutan terhadap nyeri di masa mendatang dan mampu mentoleransilebih baik.
b.      Ansietas dan Nyeri.
Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkannyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pasca operatif. Namun ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadapnyeri. Sebagai contoh, pasien yang telah mendapatkan pengobatan kanker  payudara 2 tahun yang lalu dan sekarang mengalami nyeri pinggang dan merasa takut bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi dari metastasis. Dalam kasus ini ansietas dapat meningkatkan peningkatan nyeri. Ansietasyang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dansecara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Sebagai contoh, seorangibu yang dirawat dengan komplikasi akibat kolisistektomi dan cemastentang anak – anaknya dapat menyerap lebih sedikit nyeri ketika ansietasmengenai anak – anaknya meningkat.
c.       Budaya Nyeri
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budayaetnik mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale, 1990).
d.      Usia dan Nyeri
Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Caralansia berespons terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara beresponsorang berusia lebih muda. Atau nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauhdari tempat cedera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (misal, diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah. Karena individu lansia mempunyaimetabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, analgesik dosiskecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri. Bila diberikan kesempatan untuk menggunakan sendiri analgesik pascaoperatif, lansiamenunjukkan keberhasilan peredaan nyeri dengan dosis opioid yang lebihkecil
e.       Efek Plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatanatau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar – benar bekerja. Menerima pengobatan atautindakan saja sudah memberikan efek positif.Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfindalam sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respons fisiologissejati yang dapat diputar-balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
Pengukuran Skala Nyeri.
Skala nyeri dapat diukur dengan menggunakan cara sebagai berikut :


 



Keterangan :
0: Tidak Ada nyeri
1-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat (Wasis, 2008 : 197)
a.       Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapatterdeteksi
b.      Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik :
1)      Peningkatan frekuensi pernafasan
2)      Peningkatan tekanan darah3)Peningkatan kekuatan otot4)Dilatasi pupilc.Nyeri berat memiliki karakteristik :1)Muka pucat2)Otot mengeras
3)      Penurunan frekuensi nafas dan tekanan darah
4)      Kelelahan dan keletihanKarakteristik nyeri :10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien. Nilai 9, 8, 7 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien denganaktifitas yang bisa dilakukan. Nilai 6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk  Nilai 5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak. Nilai 4 Nyeri seperti kram atau kaku. Nilai 3 Nyeri seperti perih atau mules. Nilai 2 Nyeri seperti meliliti atau terpukul.
Nilai 1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan Nilai 0 Tidak ada nyeri.(Sumber: Saduran dari Fundamental Of Nursing, Sudiharto, AsuhanKeperawatan pada Pasien Nyeri, 1996 ; 23) dalam (http/Keperawatan M. Adil Sipahutar .blogspot.com. Tingkatan nyeri Kamis, 22 November 2007)
C.     Tinjauan Umum Apendisitis
1.      Pengertian
a.       Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenaisemua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih seringmenyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2008 : 307).
b.      Apendisitis adalah peradangan pada verformisis apendiks (Danis Difa,2003 : 51).
2.      Penyebab
a.       Apendisitis terjadi akibat apendiks terlipat atau tersumbat kemungkinanoleh fekalit (masa keras dari feses), tumor atau benda asing, dapat jugaterjadi akibat infeksi virus, bakteri atau jamur (Brunner dan Suddarth,2002 : 1097). 
b.      Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks olehhiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosisakibat peradangan sebelumnya atau neoplasma (Mansjoer, 2008 : 307).15
3.      Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi kedalam 3 jenis yaitu :
a.       Apendisitis akut terbagi atas : apendisitis akut fokalis atau segmentalisyaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis purulentadifusi yaitu apendisitis dimana terdapat tumpukan nanah.
b.      Apendisitis kronis dibagi atas apendisitis kronis fokalis atau parsial yaitusetelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis kronis obliteritivayaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
c.       Apendisitis perporata : perforasi apendiks yang akan mengakibatkan peritonitis yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat denganmenyebar ke seluruh area, perut menjadi tegang, nyeri tekan dan lepas
(http:// Ilmu keperawatanstikesfalatehancom.blogspot.com02/2009).
4.      Patofisiologi
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkannyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya apendiksyang terinflamasi berisi pus (Brunner dan Suddarth, 2002 : 1097).Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiksoleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma, obstuksi tersebutmenyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiksmemiliki keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa, padasaat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeriepigastrium (Mansjoer, 2008 : 307).Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Haltersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteriakan menembus dinding apendiks, peradangan yang timbul akan meluas danmengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisiti supuratif akut, bila kemudianaliran darah arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yangdiikuti dengan gangren, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa, bila dinding tersebut telah rapuh dan pecah disebut apendisitis perforasi(Mansjoer, 2008 : 307).
5.      Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang di temukan pada apendisitis adalah nyeri padakuadran bawah, biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah danhilangnya nafsu makan. Nyeri lokal bila dilakukan tekanan, nyeri tekan lepas(hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepas) mungkin dijumpai.Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diaretidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bila ujungnya ada pada pelviks tanda-tanda ini hanya dapat diketahuihanya pada pemeriksaan rektal, nyeri pada defekasi menunjukkan ujungapendiks berada dekat rektum, nyeri pada saat berkemih menunjukkan ujungapendiks berada dekat kandung kemih atau ureter, dapat terjadi kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi (Brunner dan Suddarth,2002 : 1098-1099).Pada kasus apendisitis akut gejala yang permulaan adalah nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilkus, diikuti oleh anoreksia, neusia danmuntah gejala-gejala ini berlangsung 1 atau 2 hari dan dalam beberapa jam bergeser ke kuadran kanan bawah (Sylvia dan Wilson,1995 : 401).Gejala perkembangan klasik dari gejala anoreksia (hampir semuamengalami), nyeri peumbilikal konstan derajat sedang dengan pergeseran 4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah selanjutnya dapatterjadi muntah yang diikuti dengan konstipasi atau diare terutama pada anak-anak (Schwartz, 2000 : 437).
6.      Penatalaksanaan
Penata laksanaan apendisitis adalah dengan tindakan pembedahan.Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan,analgesik dapat diberikan pada setelah diagnosa ditegakkan (Brunner danSuddarth, 2002 : 1099).18
7.      Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan leukosit 10.000-20.000/ml dengan peningkatan jumlah notrofil. Pemeriksaan urine juga perludilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan salurankemih, pada kasus akut tidak dibolehkan melakukan barium enema,sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan, pemeriksaan USGdilakukan bila terjadi infiltrat apendikularis (Mansjoer, 2008 : 308).
8.      Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10% sampai32%, insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia, perforasi secara umumterjadi 24 jam setelah awitan nyeri, gejala mencakup demam dengan suhu37,70 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, nyeri atau nyeri tekan abdomenyang kontinyu (Brunner dan Suddarth, 2002 : 1099).Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme ototdinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umu atau terjadiabses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses sejak  pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bilaterjadi abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina (Mansjoer, 2008 :309).



D.    Tinjauan Umum Apendiktomi
1.      Pengertian
Apendiktomi adalah eksisi pada apendiks yang mengalami peradangan atau apendiks vermiforsis (Danis Difa, 2003 : 51).
2.      Tekhnik apendiktomi
Menurut Mansjoer (2008:310) bahwa tekhnik apendiktomi dapat dilakukan melalui :
a.       Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splittig incision). Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik Mc. Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Selain itu akan tampak peritonium parietal (mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar,mengkilat, lebih kelabu/putih, mempunyai haustrae dan taenia koli,sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan tidak mempunyai haustraeatau taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli,tekhnik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istrahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas dan waktu operasi lebih lama, lapanganoperasi dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam.
b.      Insisi menurut Roux (Muscle Cutting Incision).
Lokasi dan arah sayatansama dengan Mc. Burney hanya sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa melihat arah serabut sampai tampak peritonium. Keuntungannya adalah : lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas,sederhana dan mudah, sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yangharus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotongsaraf dan pembuluh darah sehingga perdarahan lebih banyak, masaistrahat pasca bedah lebih lama karena adanya benjolan yangmengganggu pasien, nyeri pasca operasi lebih sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi dan masa penyembuhan lebih lama.c.Insisi pararektal, dilakukan sayatan pada garis batas lateral M. rektusabdominalis dekstra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10cm. keuntungannya adalah tekhnik ini dapat dipakai pada kasus-kasusapendiks yang belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjangdengan mudah, sedangkan kerugiannya : sayatan ini tidak langsungmengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar dan untuk menutup luka operasi dibutuhkan jahitan penunjang.
E.     Hubungan Teknik relaksasi dengan Perubahan Intensitas Nyeri padaPasien Post OP
Penelitian Tunner dan Jansen (1993), Almatsier dkk (1992) dalamBrunner dan Suddarth, (2002 : 233), menyimpulkan bahwa relaksasi otot skletaldapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapatmenunjang nyeri hal ini dibuktikan pada penderita nyeri punggung bahwa tehnik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri.Pada pasca operasi. Pasien ditempatkan pada posisi senyaman mungkin, posisi in mengurangi ketegangan pada insisi organ abdomen yang membantumengurangi nyeri (Brunner dan Suddarth, 2002 : 1100).Penelitian Lorenzi, (1991) Miller & Perry,(1990) dalam Brunner danSuddarth, (2002 : 234), telah menunjukkan bahwa tekhnik relaksasi dapatmenunjukkan menurunkan nyeri pasca operasi dengan efektif, hal ini terjadikarena relatif kecilnya peran otot-otot skletal dalam nyeri pasca operasi ataukebutuhan pasien untuk melakukan tekhnik relaksasi agar efektif.

No comments:

Post a Comment