A. Tinjauan
Umum Relaksasi
1. Pengertian
a. Tekhnik relaksasi adalah suatu tekhnik merilekskan
ketegangan otot yangdapat menunjang nyeri (Brunner dan Suddarth, 2002 :
233)
b. Tekhnik relaksasi merupakan metode
yang dapat dilakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis,
merupakan latihan pernafasan yang menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi
pernafasan, frekuensi jantungdan ketegangan otot yang menghentikan siklus
nyeri, ansietas danketegangan otot Mc. Caffery (1989) dalam (http:
//Puskesmas-oke.Blogspot.com/2008).
2. Tujuan
Tekhnik relaksasi merupakan tindakan
pereda nyeri non invasif,teknik relaksasi yang teratur dapat bermanfaat untuk
mengurangi keletihandan ketegangan otot yang dapat meningkatkan kualitas nyeri (Brunner
danSuddarth, 2002 : 234)
3. Indikasi
a. Tekhnik relaksasi dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami stress psikologis (Brunner dan Suddarth, 2002 : 136).
b. Teknik relaksasi efektif dilakukan pada pasien-pasien yang
mengalaminyeri kronis ataupun pasca operasi (Brunner dan Suddarth, 2002 : 233).
4. Tehnik
Tehnik relaksasi sederhana
terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama.
Ambil posisi senyaman mungkin pasien dapatmemejamkan matanya dan bernafas
dengan perlahan lahan dan nyaman,irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati danlambat bersama setiap inhalasi (“Hirup perlahan-lahan,
dua, tiga) danekshalasi (Hembuskan perlahan-lahan, dua, tiga). Pada saat
perawatmengajarkan tekhnik ini, akan sangat membantu bila menghitung
bersamadengan pasien pada awalnya (Brunner dan Suddarth, 2002 : 234).
B. Tinjauan Umum Nyeri
1. Definisi nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial. Nyeri adalah alasan utama
seseorang untuk mencari bantuan perawatankesehatan. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaandengan beberapa
pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangatmengganggu dan menyulitkan
lebih banyak orang dibanding suatu penyakitmanapun (Brunner dan Suddarth, 2002
: 212).
2. Klasifikasi
Menurut Brunner dan
Suddarth, (2002 : 213), nyeri dapat diklasifikasikansebagai berikut:
a. Nyeri akut Nyeri akut biasanya awitannya tiba – tiba
dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik.
Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi.
Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan
mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara
potensial menimbulkan nyeri. Jikakerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri iniumumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya
kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan
sebagai nyeriyang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau
intermiten yang menetapsepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di
luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak
mempunyaiawitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan
yangdiarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal
yangsangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyerikronis
biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
3. Mekanisme Neurofisiologik nyeri
Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam
mengubah stimulus menjadi sensasi
nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut
sebagai sistem noniseptik. Sensivitas dari komponensistem noni septik dapat dipengaruhi
oleh sejumlah faktor dan berbedadiantara individu. Tidak semua orang yang
terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas
nyeri yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir
tidak terasa bagi orang lain. Lebih jauh lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan
nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu lain. Sebagai contoh, nyeri
akibat artritis kronis dan nyeri pascaoperatif sering terasa lebih parah
pada malam hari (Brunner dan Suddarth, 2002 :215).Salah satu neuro modulator nyeri adalah
endorfin (morfin endogen),merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh
tubuh yang terdapat pada otak, spinal dan traktus gastrointestinal yang
memberi efek analgesik, pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal
ke sinaps, terjadi sinapsisantara nyeri perifer dan neuron yang menuju ke otak
tempat seharusnya untuk substansi nyeri, pada saat tersebut endorfin akan
memblokir lepasnyasubstansi nyeri tersebut (Tamsuri Anas, 2007 : 11-13)
4. Faktor – faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan
sensivitasNyeri.
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 :
219) faktor-faktor yangmempengaruhi respon nyeri adalah :
a.
Pengalaman
masa lalu dengan nyeri.
Adalah
menarik untuk berharap dimana individu yang mempunyai pengalaman yang
multiple dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebihsedikit gelisah dan lebih
toleran terhadap nyeri dibanding dengan orang yang hanya mengalami sedikit
nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar.
Sering kali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin
takut individutersebut terhadap peristiwa yang menyakitkan yang akan
diakibatkan.Individu ini akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia
inginnyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah.Reaksi
ini hampir pasti terjadi jika individu menerima peredaan nyeriyang tidak
adekuat di masa lalu. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat
mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak
adekuat. Sekali individu mengalami nyeri berat, individu tersebut hanya
mengetahui seberapa berat nyeri itu dapatterjadi. Sebaliknya, individu yang
tidak pernah mengalami nyeri hebattidak mempunyai rasa takut terhadap nyeri
itu. Cara seseorang berespons
terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang
kehidupannya. Bagi beberapaorang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak
terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan
persisten. Individu yangmengalami nyeri selama berbulan – bulan atau bertahun –
tahun dapatmenjadi mudah marah, menarik diri, dan depresi.Efek yang tidak
diinginkan yang diakibatkan dari pengalamansebelumnya dapat menunjukkan
pentingnya perawat untuk waspadaterhadap pengalaman masa lalu pasien dengan
nyeri. Jika nyerinyateratasi dengan cepat dan dengan adekuat, individu mungkin
lebih sedikitketakutan terhadap nyeri di masa mendatang dan mampu
mentoleransilebih baik.
b. Ansietas dan Nyeri.
Meskipun
umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkannyeri, mungkin tidak seluruhnya
benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang
konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa
pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat
pasca operatif. Namun ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri
dapat meningkatkan persepsi pasien terhadapnyeri. Sebagai contoh, pasien yang
telah mendapatkan pengobatan kanker payudara 2 tahun yang lalu dan
sekarang mengalami nyeri pinggang dan merasa takut bahwa nyeri
tersebut merupakan indikasi dari metastasis. Dalam kasus ini ansietas
dapat meningkatkan peningkatan nyeri. Ansietasyang tidak berhubungan dengan
nyeri dapat mendistraksi pasien dansecara aktual dapat menurunkan persepsi
nyeri. Sebagai contoh, seorangibu yang dirawat dengan komplikasi akibat
kolisistektomi dan cemastentang anak – anaknya dapat menyerap lebih sedikit
nyeri ketika ansietasmengenai anak – anaknya meningkat.
c. Budaya Nyeri
Budaya dan etniksitas
mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespon terhadap
nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku dalam
berespons terhadap nyeri). Namun, budayaetnik mempengaruhi persepsi nyeri
(Zatzick dan Dimsdale, 1990).
d. Usia dan Nyeri
Pengaruh usia pada persepsi
nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas. Pengkajian nyeri
pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologis dan psikologis yang
menyertai proses penuaan. Caralansia berespons terhadap nyeri dapat berbeda
dengan cara beresponsorang berusia lebih muda. Atau nyeri pada lansia mungkin
dialihkan jauhdari tempat cedera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia
mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan
dengan beberapa penyakit (misal, diabetes), tetapi pada individu lansia
yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah. Karena individu lansia
mempunyaimetabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding
individu berusia lebih muda, analgesik dosiskecil mungkin cukup untuk
menghilangkan nyeri. Bila diberikan kesempatan untuk menggunakan
sendiri analgesik pascaoperatif, lansiamenunjukkan keberhasilan peredaan nyeri
dengan dosis opioid yang lebihkecil
e. Efek Plasebo
Efek
plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatanatau tindakan tersebut akan
memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar –
benar bekerja. Menerima pengobatan atautindakan saja sudah memberikan efek
positif.Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfindalam
sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respons fisiologissejati yang dapat
diputar-balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
Pengukuran Skala Nyeri.
Skala nyeri dapat diukur
dengan menggunakan cara sebagai berikut :
![]() |
Keterangan :
0: Tidak Ada nyeri
1-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat (Wasis,
2008 : 197)
a. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang
tidak dapatterdeteksi
b. Nyeri sedang atau moderat memiliki
karakteristik :
1) Peningkatan frekuensi pernafasan
2) Peningkatan tekanan darah3)Peningkatan
kekuatan otot4)Dilatasi pupilc.Nyeri berat memiliki karakteristik :1)Muka
pucat2)Otot mengeras
3) Penurunan frekuensi nafas dan tekanan
darah
4) Kelelahan dan keletihanKarakteristik
nyeri :10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien. Nilai 9, 8, 7 Sangat nyeri
tetapi masih dapat dikontrol oleh klien denganaktifitas yang bisa
dilakukan. Nilai 6 Nyeri seperti terbakar atau
ditusuk-tusuk Nilai 5 Nyeri seperti tertekan atau
bergerak. Nilai 4 Nyeri seperti kram atau kaku. Nilai 3 Nyeri seperti
perih atau mules. Nilai 2 Nyeri seperti meliliti atau terpukul.
Nilai 1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau
nyut-nyutan Nilai 0 Tidak ada nyeri.(Sumber: Saduran dari Fundamental Of
Nursing, Sudiharto, AsuhanKeperawatan pada Pasien Nyeri, 1996 ; 23) dalam
(http/Keperawatan
M. Adil Sipahutar .blogspot.com. Tingkatan
nyeri Kamis, 22 November 2007)
C. Tinjauan Umum Apendisitis
1. Pengertian
a. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenaisemua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
seringmenyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2008 : 307).
b. Apendisitis adalah peradangan pada verformisis apendiks
(Danis Difa,2003 : 51).
2. Penyebab
a. Apendisitis terjadi akibat apendiks terlipat atau tersumbat
kemungkinanoleh fekalit (masa keras dari feses), tumor atau benda asing, dapat
jugaterjadi akibat infeksi virus, bakteri atau jamur (Brunner dan Suddarth,2002
: 1097).
b. Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks olehhiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosisakibat peradangan sebelumnya atau neoplasma (Mansjoer, 2008 : 307).15
3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi
kedalam 3 jenis yaitu :
a.
Apendisitis
akut terbagi atas : apendisitis akut fokalis atau segmentalisyaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis purulentadifusi yaitu
apendisitis dimana terdapat tumpukan nanah.
b.
Apendisitis
kronis dibagi atas apendisitis kronis fokalis atau parsial yaitusetelah sembuh
akan timbul striktur lokal, apendisitis kronis obliteritivayaitu apendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
c.
Apendisitis
perporata : perforasi apendiks yang akan mengakibatkan peritonitis yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat denganmenyebar ke seluruh area,
perut menjadi tegang, nyeri tekan dan lepas
(http://
Ilmu keperawatanstikesfalatehancom.blogspot.com02/2009).
4. Patofisiologi
Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkannyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari
abdomen, akhirnya apendiksyang terinflamasi berisi pus (Brunner dan Suddarth,
2002 : 1097).Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiksoleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma, obstuksi tersebutmenyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiksmemiliki keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa, padasaat inilah terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeriepigastrium (Mansjoer, 2008 : 307).Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Haltersebut akan
mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteriakan menembus dinding
apendiks, peradangan yang timbul akan meluas danmengenai peritonium setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut
dengan apendisiti supuratif akut, bila kemudianaliran darah arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yangdiikuti dengan gangren, stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa, bila dinding tersebut telah rapuh
dan pecah disebut apendisitis perforasi(Mansjoer, 2008 : 307).
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang di
temukan pada apendisitis adalah nyeri padakuadran bawah, biasanya disertai
dengan demam ringan, mual, muntah danhilangnya nafsu makan. Nyeri lokal bila
dilakukan tekanan, nyeri tekan lepas(hasil atau intensifikasi dari nyeri bila
tekanan dilepas) mungkin dijumpai.Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah
terdapat konstipasi atau diaretidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum,
nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bila ujungnya ada
pada pelviks tanda-tanda ini hanya dapat diketahuihanya pada pemeriksaan
rektal, nyeri pada defekasi menunjukkan ujungapendiks berada dekat rektum,
nyeri pada saat berkemih menunjukkan ujungapendiks berada dekat kandung kemih
atau ureter, dapat terjadi kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi (Brunner dan Suddarth,2002 : 1098-1099).Pada kasus apendisitis
akut gejala yang permulaan adalah nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilkus, diikuti oleh anoreksia, neusia danmuntah gejala-gejala ini berlangsung
1 atau 2 hari dan dalam beberapa jam bergeser ke kuadran kanan bawah
(Sylvia dan Wilson,1995 : 401).Gejala perkembangan klasik dari gejala anoreksia
(hampir semuamengalami), nyeri peumbilikal konstan derajat sedang dengan
pergeseran 4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah selanjutnya
dapatterjadi muntah yang diikuti dengan konstipasi atau diare terutama pada
anak-anak (Schwartz, 2000 : 437).
6. Penatalaksanaan
Penata laksanaan
apendisitis adalah dengan tindakan pembedahan.Antibiotik dan cairan intravena
diberikan sampai pembedahan dilakukan,analgesik dapat diberikan pada setelah
diagnosa ditegakkan (Brunner danSuddarth, 2002 : 1099).18
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan leukosit
10.000-20.000/ml dengan peningkatan jumlah notrofil. Pemeriksaan urine juga
perludilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan
salurankemih, pada kasus akut tidak dibolehkan melakukan barium enema,sedangkan
pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan, pemeriksaan USGdilakukan bila
terjadi infiltrat apendikularis (Mansjoer, 2008 : 308).
8. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10%
sampai32%, insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia, perforasi secara
umumterjadi 24 jam setelah awitan nyeri, gejala mencakup demam dengan suhu37,70 C atau lebih tinggi,
penampilan toksik, nyeri atau nyeri tekan abdomenyang kontinyu (Brunner dan
Suddarth, 2002 : 1099).Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri,
spasme ototdinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umu atau
terjadiabses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis
semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan
abses sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan
dengan pasti. Bilaterjadi abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan
bawah yang cenderung menggelembung ke
arah rektum atau vagina (Mansjoer, 2008 :309).